Business

Gaji Dosen Rendah, Banyak Dosen Harus Kerja Sampingan untuk Bertahan

Profesi dosen sering mendapat pandangan sebagai pekerjaan yang bergengsi dan penuh pengabdian. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak dosen, terutama di perguruan tinggi swasta, masih berjuang untuk mencukupi kebutuhan hidup karena penghasilan yang tidak memadai.

Realita Gaji Dosen di Indonesia

Lebih dari 60 persen dosen di Indonesia masih berstatus non-PNS atau dosen tetap yayasan, berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Status tersebut memengaruhi secara langsung skema penggajian mereka.

Forum Dosen Indonesia (FDI) melaporkan bahwa banyak dosen yayasan hanya menerima gaji antara Rp1 juta hingga Rp3 juta per bulan. Beberapa kampus bahkan hanya membayar Rp50.000 sampai Rp100.000 per SKS yang diajarkan.

“Saya mengajar di dua kampus swasta untuk bisa menutup kebutuhan rumah tangga. Kalau hanya mengandalkan satu kampus, tidak cukup,” ujar Dr. Erna Yulita, M.Si., dosen di Bandung (FDI, 2023).

Tugas Dosen Tidak Hanya Mengajar

Tri Dharma Perguruan Tinggi menetapkan bahwa dosen wajib mengajar, melakukan penelitian, dan mengabdi kepada masyarakat. Selain itu, mereka juga harus menyelesaikan administrasi akademik, membimbing mahasiswa, serta menyusun publikasi ilmiah.

Namun, beban kerja tersebut tidak sebanding dengan penghasilan yang mereka peroleh. Banyak dosen merasa lelah secara mental dan fisik karena tekanan yang datang dari berbagai sisi.

“Kami menghabiskan waktu untuk laporan dan tugas akademik, tapi tidak sempat berpikir soal pengembangan diri,” kata Prof. Nizam, Dirjen Dikti Kemendikbudristek (Kompas, 2023).

Kerja Sampingan Jadi Solusi Bertahan

Banyak dosen akhirnya mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mereka membuka bimbingan belajar, menjadi penulis atau penerjemah, berjualan secara daring, hingga bekerja sebagai pengemudi ojek online.

Fenomena ini tidak terbatas di daerah, tetapi juga terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Para dosen muda bahkan mulai berpindah ke sektor non-akademik karena tekanan ekonomi.

“Kami mencintai dunia akademik, tapi kenyataan hidup tidak bisa diabaikan,” ujar seorang dosen swasta di Jakarta.

Dampak pada Kualitas Pendidikan Tinggi

Kondisi ini berisiko menurunkan kualitas pendidikan. Dosen yang harus bekerja di banyak tempat akan kesulitan memberikan perhatian maksimal kepada mahasiswa. Selain itu, semangat mereka dalam meneliti dan menulis jurnal ilmiah juga bisa menurun.

Laporan LLDIKTI Wilayah III mencatat bahwa tingkat keluar-masuk dosen (turnover) meningkat 17 persen pada tahun 2023. Alasan utama peningkatan ini adalah tekanan ekonomi dan minimnya kesejahteraan.

Rekomendasi dan Solusi

Pemerintah dan pemangku kebijakan perlu mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah ini. Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Menetapkan standar gaji minimum untuk seluruh dosen, termasuk di PTS.
  2. Memperluas akses sertifikasi dosen agar lebih banyak yang mendapatkan tunjangan profesi.
  3. Mendorong transparansi anggaran kampus, terutama dalam hal alokasi dana SDM.
  4. Membangun kemitraan antara kampus dan industri agar dosen bisa terlibat dalam riset terapan dan proyek kolaboratif.

Dalam pidato Hardiknas 2023, Menteri Nadiem Makarim menegaskan pentingnya meningkatkan kesejahteraan dosen sebagai bagian dari perbaikan sistem pendidikan nasional.

“Investasi pada dosen adalah investasi pada masa depan bangsa,” ujarnya.

Penutup

Dosen merupakan pilar utama dalam mencetak generasi unggul. Jika negara tidak mampu memberi mereka kehidupan yang layak, maka misi mencerdaskan kehidupan bangsa bisa terhambat. Sudah saatnya kita memperjuangkan hak dan kesejahteraan para pendidik di jenjang tertinggi ini, agar semangat mereka tetap menyala dan mutu pendidikan terus meningkat.

Tinggalkan Balasan